TULANG BAWANG | PotretKasus.com – Penasihat sekaligus Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tulang Bawang periode 2009-2012 dan 2012-2015, Rusdi Rifai, menyesalkan sikap pejabat Tulang Bawang yang membentak wartawan saat bekerja.
Menurut Rusdi, tidak semestinya seorang wartawan mendapat perlakuan seperti itu, apalagi saat sedang bekerja.
Apalagi, lanjutnya, hal tersebut dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan tinggi pratama di Lingkungan Pemkab Tulang Bawang.
“Bila saya melihat kronologi dari pemberitaan yang ada, tidak ada yang salah kepada kedua wartawan itu. Karena sudah menjadi tugas mereka untuk mencari informasi agar berita yang disajikan nantinya dapat berimbang dan bukan sebuah opini yang menjurus ke isu hoax,” ucapnya.
Lebih lanjut, Rusdi Rifai menerangkan, bahwa ada beberapa poin seseorang bisa dikatakan sebagai wartawan.
Pertama, seseorang bisa dikatakan wartawan apabila berada dibawah naungan perusahaan pers.
Kedua, seseorang tersebut melakukan tugas jurnalistik secara rutin dan dimuat di media baik itu cetak, online maupun elektronik.
“Wartawan itu dilindungi oleh undang-undang, bila kejadian seperti terus dibiarkan maka akan menjadi catatan buruk bagi dunia jurnalis di Kabupaten Tulang Bawang. Oleh karena itu saya berharap kepada ketua PWI Tulang Bawang saat ini untuk segera mengambil sikap agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini,” kata Rusdi Rifai.
Terpisah, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kabupaten Tulang Bawang, Mustaqim juga turut menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut.
“Kejadian seperti itu yang menjadi pertanyaan kami kemanakah arahan ucapan dari pejabat Eselon II tersebut, candaan atau serius,” kata Mustaqim.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan, sebagai salah satu pejabat utama di lingkup Pemkab Tulang Bawang seharusnya mengerti kode etik tentang pemerintahan.
“Artinya, dalam hal ini harus dapat membedakan dimana tempat bercanda dan dimana tempat harus serius. Karena ketika seorang wartawan sedang mewawancarai narasumber itu artinya sedang dalam posisi serius,” tuturnya.
Menurutnya, kurang pas bila ada perilaku seorang pejabat daerah melakukan hal seperti itu kepada teman-teman wartawan yang sedang menjalankan tugasnya.
“Sah-sah saja wartawan menutupi narasumber, karena narasumber itu tidak harus dimunculkan. Tetapi narasumber dapat dimunculkan ketika dipersidangan sebagai kebutuhan hakim sebagai bukti. Yang tidak boleh itu wartawan membuat opini baik itu ketika berwawancara ataupun menulis,” terangnya.
“Saya berharap, baik itu ASN maupun wartawan ketika sedang dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing dapat saling menghargai satu sama lain,” tutup Mustaqim.
Sebelumnya diberitakan, seorang Pejabat Tulang Bawang membentak dua orang wartawan saat meliput aksi demo guru honorer di Kantor DPRD setempat.
Dua wartawan yang dibentak saat menjalankan tugas jurnalisme tersebut yakni Gilang dari Media Saburai TV dan Rachmad Al Amin dari Radar Tuba.
Peristiwa tersebut bermula saat dua wartawan melakukan konfirmasi terkait isu pemecatan guru honorer yang ikut dalam aksi demontrasi.
Ketika itu dua wartawan tersebut baru saja selesai mewawancarai Kepala Dinas Pendidikan Tulang Bawang Ristu Irham soal isu pemecatan guru honorer yang ikut dalam aksi demontrasi.
Tiba-tiba datang Asisten I Pemkab Tulang Bawang Akhmad Suharyo.
Dua wartawan tersebut kemudian mendapat bentakan pejabat Tulang Bawang tersebut.
“Saya ini juga wartawan, saya juga paham tentang kode etik. Kalian bertanya itu harus disebutkan narasumber itu dari mana jangan asal buat opini,” bentak Ahmad Suharyo.
Pembentakan yang dilakukan oleh Asisten I tersebut sontak membuat keduanya terkejut.
Mengingat saat itu narasumber yang bersangkutan yakni Kepala Dinas Pendidikan yang diwawancarai sudah selesai memberikan keterangannya.
“Kami syok dengan ucapan yang terlontar dari seorang pejabat daerah, yang tiba-tiba mengaku dirinya sebagai wartawan dan berucap dengan nada tinggi kepada kami. Padahal kami tidak sedang mewawancarai beliau,” terang keduanya. (*)