Berita TerkiniKabar LampungLampung BaratNasional

Proyek Pemasangan Talud Dengan Kontrak Sebesar 19 M di Lambar Disoalkan PUPR Akan Evaluasi

LAMPUNG BARAT | PotretKasus.com – Proyek pemasangan batu dengan mortar (Talud) pada kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan jalan Pagar Dewa – Lumbok Seminung yang dilaksanakan oleh PT Bumi Lampung Persada (BLP) selaku pemenang tender dengan nilai kontrak sebesar Rp 19 Miliar lebih bersumber dana alokasi khusus (DAK) Dinas PUPR Lampung Barat tahun 2023 yang disinyalir tidak sesuai spesifikasi kegiatan, mendapat respon dari pejabat terkait.

Kepala Dinas PUPR Lambar Ir Hi Ansari melalui Kabid Bina Marga Robert Putra S.T, M.T., menyebut pihaknya belum dapat menyimpulkan apakah indikasi adanya ketidaksesuaian spesifikasi itu benar, karena proyek tersebut masih berjalan.

“Sekarangkan kami masih bekerja, kontraknya sampai bulan Desember 2023, jadi tunggu dulu. Tentunya kami juga tidak ingin jika proyek itu tidak maksimal sehingga nanti akan kita evaluasi,” kata Robert.

Disisi lain, sejauh ini Robert menilai dari hasil pengecekan di lapangan kegiatan proyek itu telah berjalan sesuai spesifikasi kegiatan.

Termasuk soal temuan media ini di lapangan terkait teknis pemasangan talud yang diduga menyalahi aturan karena pekerja mendahulukan pemasangan dinding talud, yang seharusnya diawali dengan pembangunan lantai kerja dasar, Robert menilai itu sudah memenuhi spesifikasi atau acuan kerja.

“Ya, itu sudah sesuai spek, awalnya pemasangan dinding talud kanan dan kiri dulu, baru kemudian penghamparan lantai setebal 10 CM menggunakan cor beton dengan agregat atau batu split ukuran 1/2 atau 2/3 yang diaduk dengan molen kemudian di ampar pada dasar talud,” sebut Robert.

Sayangnya, fakta lain justru bertolak belakang dengan keterangan tersebut, dari temuan di lapangan penghamparan talud itu hanya menggunakan semen dan pasir, tanpa dikombinasikan dengan agregat.

Bahkan ketebalan pun tidak memenuhi volume 10 CM.

Menanggapi itu juga Robert menilai secara teknis itu masih bersifat sementara.

“Itu masih sementara, untuk menghindari supaya kaki dinding talud tidak rusak tergerus air, jadi bisa di bilang itu belum di lantai karena hanya menempelkan sisa mortar dari pasangan batu. Jadi pemasangan lantainya nanti menggunakan cor agregat yang diaduk oleh mobil truk mixer,” imbuh dia.

Lebih jauh disinggung soal kualitas material batu yang disinyalir menggunakan batu asalan atau bukan keseluruhan batu belah, Robert juga menilai itu tidak menjadi persoalan.

“Standarnya memang harus menggunakan batu belah berasal dari batu sungai atau batu gunung. Tapi itu kan sangat terbatas, masa mau kita ambilkan dari wilayah bukit kemuning. Jadi menurut kami sah-sah saja pakai batu lokal yang penting batu, jangan batu bata Itu jelas tidak boleh,” tambahnya.

Kendati demikian pihaknya mengaku terus melakukan evaluasi berkala agar pihak kontraktor menjaga kualitas pembangunan.

”Jadi tetap akan kami awasi dan evaluasi, kami juga tidak ingin kalau kualitas proyek itu tidak maksimal, disana sudah kami tempatkan konsultan pengawas artinya step by step pelaksanaan kegiatan itu terus kami awasi,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Jika sebelumnya proyek pemasangan batu dan mortar (Talud) milik PT Suci Karya Badinusa (Subanus) dengan nilai kontrak sebesar Rp 46 Miliar lebih, jadi sorotan dari kualitas pekerjaan dan material yang diduga menggunakan batu asalan.

Kali ini giliran proyek talud yang diketahui milik Dinas PUPR Lampung Barat yang dilaksanakan oleh PT Bumi Lampung Persada (BLP) selaku pemenang tender dengan nilai kontrak sebesar Rp 19 Miliar lebih juga disorot.

Dalam pelaksanaannya, selain pemasangan dinding talud banyak menggunakan batu asalan (bukan batu belah) ditemukan adanya indikasi ketidaksesuaian spesifikasi.

Mengingat teknis dalam pemasangan talud harus diawali dengan pemasangan lantai dasar dengan ukuran standar setebal 20 Centimeter (CM).

Tapi faktanya rekanan malah memulai dengan membangun dinding talud.

Parahnya lagi, dalam proses penghamparan lantai talud tersebut, adukan semen tidak dikombinasikan dengan melakukan penghamparan batu kerikil volume 2/3 sebagai penguat beton seperti yang telah diatur dalam Job Mix Formula (JMF) yang menjadi acuan dasar dalam setiap pelaksanaan pembangunan talud.

Sayangnya saat ditemui di lokasi, sejumlah pekerja enggan berkomentar banyak.

“Kami tidak tahu mas, kami hanya pekerja, disuruhnya begini ya kami kerjakan,” akunya. (Ruslan)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button